Etika dalam islam

 1. Pengertian Etika

Membicarakan pengertian etika tentu tak terlepas dari sejarah kemunculannya, yakni dimulai pada periode Islam klasik. Akan tetapi, berdasarkan manuskrip-manuskrip atau naskah-naskah kuno ditemukan dan diterjemahkan, karya-karya pemikiran Yunani klasik jauh lebih dulu ditulis. Hal tersebut diketahui berdasarkan konteks mata rantai sejarah ketika bangsa Arab menaklukkan sebuah wilayah, bahasa asli negara tersebut tidak dihilangkan atau diubah. (Alfan, 2011).

    Kembali ke pengertian etika, menurut Burhanuddin Salam, istilah etika berasal dari kata latin, yakni “ethic”, sedangkan dalam bahasa Greek, ethikos yaitu a body of moral principle or values. Ethic, arti sebenarnya ialah kebiasaan, habit. Jadi, dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan baik itu adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat (pada saat itu). Lambat laun pengertian etika itu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan manusia. Perkembangan pengertian etika tidak lepas dari substansinya bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana yang buruk. Istilah lain dari etika, yaitu moral, susila, budi pekerti, akhlak. 

Etika merupakan ilmu bukan sebuah ajaran. (Salam, 2000). Etika dalam bahasa Arab disebut akhlaq, 

merupakan jamak dari kata khuluq 

yang berarti adat kebiasaan, perangai, 

tabiat, watak, adab, dan agama.

Masalah kemerosotan moral 

menjadi problem saat ini, meskipun 

demikian, tidak jelas faktor apa yang 

menjadi penyebabnya. Masalah moral 

adalah masalah yang muncul pada 

diri manusia, baik ideal maupun 

realita. Secara ideal ketika manusia 

diberikan roh oleh Allah untuk 

pertamakalinya dalam hidupnya, 

padanya disertakan rasio penimbang 

baik dan buruk. Oleh sebab itu 

masalah moral adalah masalah 

normatif. Di dalam hidupnya manusia 

dinilai atau akan melakukan sesuatu 

karena nilai. Nilai mana yang dituju 

tergantung pada tingkat pengertian 

akan nilai tersebut. Pengertian 

tersebut bahwa manusia memahami 

apa yang baik dan apa yang buruk serta ia dapat membedakan keduanya 

dan selanjutnya pada tahap 

pengamalannya.(Alfan, 2011).

Bagaimana dengan etika 

dalam Islam apakah ia memiliki 

kesamaan dengan etika pada 

umumnya? Adakah perbedaan etika 

Islam dengan etika pada umumnya? 

Majid Fakhri membagi aliran etika 

Islam menjadi empat kelompok. 

Pertama, moralitas skriptural, ini 

berarti sebuah tipe etika di mana 

keputusan-keputusan yang terkait 

dengan etika tersebut diambil dari al-

Qur‟an dan as-sunnah dengan 

memanfaatkan abstraksi-abstraksi 

dan analisis-analisis para filosof dan 

para teolog di bawah naungan 

metode-metode dan kategori-kategori 

diskursif yang berkembang pada abad 

8 dan 9. Kelompok yang termasuk 

tipe etika ini sebagian para ahli tafsir 

dan para ahli hadits. Kedua, etika 

teologis ini berarti sebuah tipe etika 

dimana dalam mengambil keputusan-

keputusan etika, sepenuhnya 

mengambil dari al-Qur‟an dan as-

sunnah. Kelompok etika tipe ini ada 

pada kelompok aliran Mu‟tazilah. 

Ketiga, etika filosofis. Tipe etika ini 

dimana dalam mengambil keputusan-

keputusan etika mendasarkan diri 

sepenuhnya pada tulisan Plato dan 

Aristoteles yang telah 

diinterpretasikan oleh para penulis 

Neo Platonik dan Galen yang telah 

digabung dengan doktrin-doktrin 

Stoa, Platonik, Phitagorian dan 

Aristotelian. Termasuk kelompok ini 

antara lain Ibnu Miskawaih dan 

penerusnya. Keempat, etika religius, 

merupakan tipe etika dimana 

keputusan etikanya berdasarkan al-

Qur‟an dan as-sunnah, konsep-

konsep teologis, kategori-kategori 

filsafat, dan sedikit sufis. Unsur 

utama etika ini biasanya 

terkonsentrasi pada dunia dan 

manusia. Tipe pemikiran etika ini 

lebih kompleks dan berciri Islam. 

Bebrapa tokoh yang termasuk 

mempunyai tipe pemikiran etika ini, 

antara lain Hasan al Bashry, al 

Mawardi, al Ghazali, Fakhrudin ar 

Razi dll. (Haris, 2010).

Dalam Islam etika memiliki 

karakter yang khusus. Islam bukanlah 

agama takhayul yang mengajarkan 

penganutnya untuk mengisolasi diri 

dari masyarakat umum. Islam juga 

bukanlah agama yang mengatur 

masalah ritual saja. Namun, Islam 

mengajarkan penganutnya untuk 

beretika secara Islami yang mana 

telah diajarkan oleh agamanya sendiri 

(Islam) sehingga nilai-nilai etika 

ditegakkan untuk mengaturnya. 

Ajaran etika dalam Islam 

menyangkut seluruh sisi kehidupan 

manusia, yaitu beretika dengan 

sesama manusia, lingkungan, hewan 

dan lain sebgainya.

Kedudukan etika Islam dalam 

kehidupan manusia menempati 

tempat paling baik sebagai individu 

maupun sebagai anggota masyarakat. 

(Amin, 1983).Apabila etika 

seseorang itu baik maka ia akan 

sejahtera lahir dan batin namun jika 

etikanya buruk maka buruklah lahir 

batinnya.

Sumber-sumber etika Islam 

secara umum berhubungan dengan 

empat hal yaitu sebagai berikut:

a. Dilihat dari segi objek 

pembahasannya, etika berupaya 

membahas perbuatan yang 

dilakukan oleh manusia.

b. Dari segi sumbernya, etika 

bersumber dari akal pikiran 

atau filsafat. Sebagai hasil 

pemikiran maka etika tidak 

bersifat mutlak, absolut dan 

tidak universal.

c. Dilihat dari segi fungsinya, 

etika berfungsi sebagai penilai, 

penentu dan penetap terhadap 

suatu perbuatan yang dilakukan 

oleh manusia yakni apakah 

perbuatan itu akan dinilai baik, 

buruk, mulia, terhormat, hina. 

Etika merupakan konsep atau 

pemikiran mengenai nilai-nilai 

untuk digunakan dalam 

menentukan posisi atau status 

perbuatan yang dilakukan 

manusia. Etika lebih mengacu 

kepada pengkajian sistem nilai-

nilai yang ada.

d. Dilihat dari segi sifatnya, etika 

bersifat relatif yakni dapat 

berubah-ubah sesuai tuntunan 

zaman.

2. Sumber Etika Dalam Islam 

(Etika Islam).

Sumber etika Islam adalah al-

Qur‟an dan as-Sunnah. Sebagai 

sumber etika Islam, al-Qur‟an dan as-

Sunnah menjelaskan bagaimana cara 

berbuat baik. Kedua sumber etika 

Islam itu berfungsi sebagai pedoman 

umat untuk mengetahui bagaimana 

cara-cara berbuat baik sesuai dengan 

apa yang telah disampaikan ataupun 

dicontohkan langsung dari Rasulullah 

melalui tingkah laku beliau yang 

mengacu langsung dari al-Qur‟an. 

Itulah yang menjadi landasan dan 

sumber dari ajaran Islam secara 

keseluruhan sebagai pola hidup dan 

menetapkan mana yang baik dan 

mana yang buruk. (Abdullah, 2006).

Al-Qur‟an juga berfungsi 

sebagai pembenar dan penguji kitab-

kitab suci agama yang lain dan juga 

memuat konsep-konsep dan prinsip-

prinsip etik yang bertujuan untuk 

menghasilkan sikap-sikap yang benar 

bagi tindakan manusia, baik dalam 

tindakan politik, sosial, ekonomi dan 

terutama dalam perdangan. (Aziz, 

2003). Di dalam ranah perdagangan 

saja kita lihat bahwa di situ seseorang 

dituntut untuk selalu ramah tamah 

ketika melakukan interaksi antar 

pembeli dan penjual, sebagaimana 

telah dicontohkan oleh Rasulullah 

untuk selalu jujur di dalam 

menimbang barang, mengisi harga 

jual dan mengambil keuntungan yang 

sesuai dengan harga telah ditentukan. 

Bukankah di sini telah mencerminkan 

sikap atau perilaku kita terhadap 

sesama yang mana telah dicontohkan 

langsung oleh Rasulullah untuk 

membentuk akhlak yang sesuai 

dengan perintah langsung dari al-

Qur‟an dan as-Sunnah. Maka di sini 

juga al-Qur‟an pun turut andil 

menentukan hukum-hukum bagi 

mereka yang curang atau merugikan 

orang lain didalam melakukan 

perdagangan.

Fazlur Rahman menyatakan 

bahwa semangat dasar al-Qur‟an 

adalah semangat moral, dengan 

landasan monotheisme untuk 

terwujudnya keadilan sosial. Hukum 

moral adalah abadi, ia adalah perintah 

Allah. Manusia tak dapat membuat 

atau memusnahkan hukum moral, ia 

harus menyerahkan diri kepadanya. 

Penyerahan ini dinamakan Islam dan 

implementasinya dalam kehidupan 

disebut ibadah atau pengabdian kepada Allah. Karena penekanan al-

Qur‟an terhadap hukum morallah 

hingga Allah di dalam al-Qur‟an 

tampak bagi banyak orang terutama 

sebagai Tuhan keadilan. (Rahman, 

2010).

Al-Qur‟an adalah suatu ajaran 

yang bertujuan terutama untuk 

menghasilkan moral yang benar bagi 

tindakan manusia. Tindakan yang 

benar, apakah tindakan politik, 

keagamaan atau sosial, dipandang al-

Qur‟an sebagai ibadah atau 

pengabdian kepada Allah. Karena itu 

al-Qur‟an mengutamakan semua 

penekanan-penekanan moral dan 

faktor-faktor psikologis yang 

melahirkan kerangka berpikir yang 

benar bagi tindakannya. Al Qur‟an 

memperingatkan manusia terhadap 

kesombongan dan rasa cukup diri, 

yakni humanisme murni di satu 

pihak, dan putus asa serta hilang 

semangat hidup. (Rahman, 2010).

Hadits Rasulullah SAW 

merupakan pedoman yang kedua 

setelah al-Qur‟an yang meliputi 

perkataan dan tingkah laku beliau. 

Hadits juga dipandang sebagai 

lampiran penjelasan dari al-Qur‟an 

terutama dalam masalah-masalah 

yang tersurat pokok-pokoknya saja. 

Jadi telah jelas bahwa al-Qur‟an dan 

as-Sunnah Rasul adalah pedoman 

hidup yang menjadi asas bagi setiap 

muslim, maka teranglah keduanya 

merupakan sumber etika Islam. Dasar 

etika Islam yang dijelaskan dalam al-

Qur‟an adalah sebagai berikut: 

Di dalam al-Qur‟an surah Al-

Ahzab ayat 21 dikatakan 

“sesungguhnya telah ada pada diri 

Rasulullah itu suri teladan yang baik 

bagimu (yaitu) bagi orang yang 

mengharap (rahmat) Allah dan 

(kedatangan) hari kiamat dan dia 

banyak menyebut Allah. (QS. Al-

Ahzab [33]: 21). Dan sesungguhnya 

kamu (Muhammad) benar-benar 

berbudi pekerti yang agung.

Etika dalam Islam merupakan 

misi kenabian yang paling utama 

setelah pengesaan Allah SWT (at-

tauhid). Dalam hal ini Rasulullah 

pernah bersabda: “bahwasanya aku 

diutus untuk menyempurnakan 

akhlak yang baik”. Dalam tataran 

khazanah keilmuan Islam, etika 

biasanya disebut dengan filsafat 

praktis. Ia menempati bagian penting 

di dalam diskursus pemikiran Islam 

klasik. Filsafat praktis itu sendiri 

berbicara tentang segala sesuatu 

bagaimana seharusnya yang berdasar 

kepada filsafat teoritis, yakni

pembahasan tentang segala sesuatu 

sebagaimana adanya. (Taufik, 2016).

Tentang akhlak pribadi 

Rasulullah SAW dijelaskan pula oleh 

„Aisyah r,a. Diriwayatkan oleh Imam 

Muslim. Dari „Aisyah r.a. berkata, 

“sesungguhnya akhlak Rasulullah itu 

adalah al-Qur‟an”. (HR.Muslim). 

Hadits Rasulullah meliputi perkataan 

dan tingkah laku beliau, merupakan 

sumber akhlak yang kedua setelah al-

Qur‟an segala ucapan dan prilaku 

beliau senantiasa mendapat 

bimbingan dari Allah SWT. (Nasrul, 

2015).

Majid Fakhry menegaskan di 

dalam bukunya Etika Dalam Islam, 

etika adalah menerangkan dan 

menginventarisasikan ayat-ayat al-

Qur‟an yang mencakup tiga masalah 

pokok yaitu: 

1. Hakekat benar dan 

salah. 

2. Keadilan dan kekuatan 

Tuhan.

 3. Kebebasan dan tanggungjawab moral. Selain itu al-

Qur‟an juga menggunakan 

sekelompok istilah untuk 

menunjukkan konsep moral atau 

kebaikan religius seperti: al-khayr, al-

birr, al-qisth, al-iqsath, al-adl, al-

haqq, al-ma‟ruf dan at-taqwa. 

Sedangkan perbuatan dosa disebut 

sayyi‟at. Perbuatan sayyi‟at secara 

umum disebut itsm atau wizr yaitu 

dosa atau kejahatan, yang arti asalnya 

adalah beban. (Fakhry, 1996). Itulah 

istilah baik buruknya suatu perbuatan 

manusia di dalam al-Qur‟an serta 

bagaimana penerapannya di dalam 

kehidupan sehari-hari.

Kita tahu bahwa etika 

merupakan bagian terpenting dari 

ajaran Islam, sebagaimana tampak 

dalam dua sumber utama ajaran 

Islam: al-Qur‟an dan as-Sunnah. 

Itulah sebabnya, bahkan sebelum 

filsafat etika Islam berkembang, 

pembahasan tentang etika ini telah 

mendominasi pemikiran Islam awal. 

Di luar kedua sumber utama ajaran 

Islam itu, kita ketahui tasawuf 

(akhlaki) merupakan disiplin yang 

pertama kali berkembang, di samping 

teologi. Kita kenal di antara generasi 

kedua umat Islam, misalnya, Hasan 

Al- Bashri (w.728 M). Dia dikenal 

dengan penekanan pada asketisme 

(zuhud) dan kesalehan. Pada 

dasarnya kebijaksanaan sufistik 

seperti ini mengembangkan etika 

yang sebenarnya bersifat eskatologis 

(keakhiratan). Dengan kata lain, 

melihat dunia sebagai semata-mata 

batu loncatan untuk mencapai 

kebahagiaan di akhirat. Khususnya 

menurut al-Bashri, kesederhanaan 

duniawi dan bersifat penyayang 

merupakan dua akhlak terpenting. 

(Baghir, 2006).

Al-Qur‟an dan juga As-

Sunnah sebagai sumber ke dua dalam 

Islam merupakan landasan 

epistemologis etika Islam, yang 

kemudian dikembangkan sedemikian 

rupa, sehingga mendorong seseorang 

melakukan perbuatan baik sebab, 

etika merupakan sebuah rambu-

rambu di dalam bertindak yang akan 

membimbing dan mengingatkan 

seseorang untuk melaksanakan 

perbuatan yang bernilai demi 

kebermanfaatan dan kemaslahatan 

bersama. Hal tersebut sejalan dengan 

visi-misi al-Qur‟an dan juga as-

Sunnah sebagai pedoman umat Islam 

mencapai kebahagiaan dan 

keselamatan dunia-akhirat (Taufik, 

2016). Sehingga sangat jelas bahwa, 

al-Qur‟an juga as-Sunnah sebagai 

pelengkapnya merupakan sumber 

utama etika Islam, yang mengatur segala aspek dalam kehidupan manusia, termasuk aspek etis, moral, dan lainnya yang berkaitan dengan etika.Etika Islam ditemukan dalam sumber yang terentang luas mulai 

dari Tafsir al-Quran hingga Kalam, dari komentar filosofis atas Aristoteles hingga teks mistik sufi. Para filsuf Islam juga turut andil 

dalam membahas masalah etika seperti Al-Farabi yang kita ketahui 

sebagai pembaca tekun karya Plato 

yaitu Republik dan Nicomachean 

Ethics Aristoteles. Al-Farabi 

dipengaruhi oleh pendahulu 

Yunaninya dalam pembahasan-pembahasan tentang kebaikan manusia. Dari sini kita ketahui bersama bahwa etika Islam juga sudah dibahas dari beberapa abad oleh para filsu-filsuf Islam 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Qada dan Qadar?

Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyah

Kesadaran Manusia yang Kurang Akan Kebersihan Di Semarang